Kamis, 24 November 2011

Asal Mula Istilah "ODOL"


Banyak yang tidak tahu, kenapa pasta gigi itu disebut juga "ODOL". Kadang kita menyebutnya odol Pepsodent, Odol Colgate, dll. Tahukah anda, bahwa "ODOL" sebenarnya adalah nama produk pasta gigi?

Kata Odol berasal dari merk pasta gigi bernama ’Odol’ yang amat tersohor di zaman dahulu, termasuk di tanah air kita yang kala itu masih di bawah penjajahan Belanda. Pasta gigi dengan wadah berwarna biru muda mampu menggeser pemakaian tumbukan batu-bata dan bubuk buah pinang (areca nut) yang kala itu masih banyak digunakan penduduk kita untuk menggosok gigi. Namun seperti layaknya dengan istilah-istilah bahasa Belanda lainnya, masyarakat kesulitan untuk mengucapkan kata tandpasta (tand = gigi) ini. Alhasil, diambillah jalan termudah dengan menyebut nama merknya, yaitu ’odol’

Odol pertama kali diproduksi di Jerman oleh Dresden chemical laboratory Lingner, yang sekarang dikenal sebagai Lingner Werke AG pada tahun 1892 sebagai cairan pencuci mulut/mouthwash. Odol moutwash pada tahun 1900 an adalah merk ternama dan yang paling luas penggunaannya di hampir seluruh daratan Eropa.
Karl August Lingner adalah orang yang menciptakan Odol moutwash dan dia adalah orang yang giat mengampanyekan Hidup Higienis. Dia juga dikenal sebagai orang pertama yang mengadakan International Hygiene Exhibition pada tahun 1911. Dia mendirikan museum The German Hygyene Museum di Dresden. Ternyata ODOL bukan yang pertama sebagai merk yang memproduksi massal,Pasta Gigi pertama yang diproduksi masal hampir 90 tahun sebelum Merk ODOL lahir.

(dari berbagai sumber)

“Soerabaja Sue”

Ada yang pernah dengar nama itu? Atau nama lainnya "KETUT TANTRI". Saya sendiri baru mendapatkan informasi tentang Soerabaja Sue ini dari sahabat saya di Facebook, Pak Budi Schwarzkrone. Terus terang, sebelumnya saya tidak pernah mengetahui siapa sebenarnya Soerabaja Sue alias Ketut Tantri ini. Sehubungan dengan hari Pahlawan, berikut cerita ringkas tentang Soerabaja Sue alias Ketut Tantri, berdasarkan cerita dari Pak Budi Schwarzkrone.

Pada pukul 06.00 pagi tanggal 10 November 1945 tentara Inggris mulai menggempur kota Surabaya dari kapal perang, pesawat udara.

Terjadilah pertempuran yang sangat tidak seimbang, tentara Inggris yang bersenjata lengkap dilawan dengan persenjataan seadanya hasil rampasan dari tentara Jepang, malah ada yang nekat melakukan perlawanan hanya dengan bersenjatakan bambu runcing atau ketapel yang sudah disuwuk kiai atau sudah dimintakan berkah di makam Waliyullah Sunan Ampel, mereka maju terus pantang mundur, semboyan yang paling populer saat itu disamping Merdeka atau Mati ! adalah rawe-rawe lantas malang-malang putung !.

Kenekatan perlawanan arek-arek Suroboyo dengan semangat rawe-rawe lantas malang-malang putung itu bukan hanya tercatat dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia tapi juga dalam sejarah militer Internasional. Pihak sekutu berdasarkan laporan intelejen mereka, mencatat dan menganalisa apa mengobarkan semangat arek2 Suroboyo itu.

Ada empat tokoh yang dianggap berperan : Cak Dirman (Sudirman Residen Surabaya), Cak Roes (Roeslan Abdulgani), Cak Dul (Dul Arnowo) dan Bung Tomo. Diantara ke empatnya Bung Tomo lah yang mendapat catatan khusus. Dia dicatat sebagai salah satu dari dua orang besar Indonesia yang mampu mengobarkan semangat perlawanan melalui pidato-pidato perjuangan, yakni Bung Karno dan Bung Tomo. Ciri khas Bung Tomo, ia selalu meneriakkan kalimat Allahu Akbar dalam pidatonya, teriakkan Allahu Akbar yang dikumandangkan oleh seorang yang berjiwa patriot dan memiliki kekuatan iman seorang Muslim. Pidato Bung Tomo dengan gaya dan teriakkan khasnya itulah yang dianggap pihak Sekutu telah mengobarkan semangat rawe-rawe lantas malang-malang putung. Kalimat itu pula yang diteriakkan para pejuang dalam medan pertempuran.

Kalau Bung Tomo dianggap tokoh yang mengobarkan semangat kita, Sekutu mencatat tokoh lain yang dianggap sebagai perusak moral pasukannya, yakni tokoh perempuan misterius yang dikenal dengan sebutan “Soerabaja Sue” (baca Surabaya sue – artinya Surabaya menggugat). Melalui sebuah pemancar radio gelap yang dioperasikan oleh Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) pimpinan Bung Tomo, Soerabaja Sue seorang perempuan yang fasih ngomong Inggris dengan aksen Amerika, melakukan propaganda, menjelaskan bahwa para pejuang tidak memusuhi pihak sekutu, ia meminta agar pihak sekutu menghargai kedaulatan bangsa Indonesia, secara lihai ia mengacaukan psikologi nurani tentara sekutu, yang ia puji sebagai pengusir penjajahan Jepang tapi diperalatan para politisi untuk menanamkan penjahahan lainnya. psywar yang dilakukan Soerabaja Sue sangat menurunkan moral tentara Inggris. Terutama tentara yang berasal dari India dan Pakistan yang beragama Islam, hampir separuhnya melakukan desertasi menyeberang kepihak pejuang. Pihak Inggris menyediakan hadiah bagi siapa yang mau memberi info identitas Soerabaja Sue.

Siapakah Soerabaja Sue? dikalangan Pejuang dan Pemimpin Indonesia saat itu mengenalnya sebagai K’tut Tantri, seorang perempuan berdarah Scotlandia, kemudian hijrah ke Amerika, disana, pada pertengahan tahun 30’an, di Hollywood Boulevard ia nonton sebuah film yang berjudul “Bali the last Paradise” (Bali surga terahir). Keluar dari bioskop, perempuan itu seperti menemukan kehidupan, ia memutuskan untuk pergi dan tinggal di Bali. Beberapa bulan kemudian ia tiba di Surga Terahir impiannya. Ia berhenti di Istana Raja Bali yang ia kira sebuah Pura. Hati-hati ia masuki istana itu. Perempuan itu akhirnya disambut oleh sang raja dan seperti sebuah dongeng, ia diangkat menjadi anaknya yang keempat. Ia dinamai K’tut Tantri.

Ketika Jepang mendarat di Bali, ia berhasil meloloskan diri ke Surabaya. Di sana, ia mulai menjalin kontak dengan sejumlah orang yang bersimpati pada gerakan anti-Jepang. Ketika akhirnya ia tertangkap, interogasi berbulan-bulan lamanya mesti ia hadapi. Ia ditanyai soal aktivitas bawah tanahnya. Berkali-kali ia disiksa. Ia bahkan nyaris dieksekusi. Sekali waktu ia terkapar nyaris mati. Tapi ia tetap bungkam. Karena kesehatannya yang anjlok ke titik ternadir, ia pun dikirim ke rumahsakit. Di sanalah ia mendengar diproklamasikannya kemerdekaan. Ketika tentara Inggris mendarat, K’tut dengan memakai nama samaran Soerabaja Sue melakukan siaran propaganda yang bikin moral tentara Inggris anjlok. K’tut mengabadikan kisah hidupnya dalam buku yang ia tulis sendiri yang ia beri judul Revolt in Paradise di Indonesia buku itu beredar dengan judul Revolusi di Nusa Damai. Ia juga menulis beberapa buku lainnya. Hingga ia meninggal di Bali pada tanggal 27 Juli 1997, tidak pernah ada yang tahu siapa nama aselinya.