Ada yang pernah dengar nama itu? Atau nama lainnya "KETUT TANTRI". Saya
sendiri baru mendapatkan informasi tentang Soerabaja Sue ini dari
sahabat saya di Facebook, Pak Budi Schwarzkrone.
Terus terang, sebelumnya saya tidak pernah mengetahui siapa sebenarnya
Soerabaja Sue alias Ketut Tantri ini. Sehubungan dengan hari Pahlawan,
berikut cerita ringkas tentang Soerabaja Sue alias Ketut Tantri,
berdasarkan cerita dari Pak Budi Schwarzkrone.
Pada pukul 06.00 pagi tanggal 10 November 1945 tentara Inggris mulai menggempur kota Surabaya dari kapal perang, pesawat udara.
Terjadilah pertempuran yang sangat tidak seimbang, tentara Inggris yang
bersenjata lengkap dilawan dengan persenjataan seadanya hasil rampasan
dari tentara Jepang, malah ada yang nekat melakukan perlawanan hanya
dengan bersenjatakan bambu runcing atau ketapel yang sudah disuwuk kiai
atau sudah dimintakan berkah di makam Waliyullah Sunan Ampel, mereka
maju terus pantang mundur, semboyan yang paling populer saat itu
disamping Merdeka atau Mati ! adalah rawe-rawe lantas malang-malang
putung !.
Kenekatan perlawanan arek-arek Suroboyo dengan
semangat rawe-rawe lantas malang-malang putung itu bukan hanya tercatat
dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia tapi juga dalam sejarah
militer Internasional. Pihak sekutu berdasarkan laporan intelejen
mereka, mencatat dan menganalisa apa mengobarkan semangat arek2 Suroboyo
itu.
Ada empat tokoh yang dianggap berperan : Cak Dirman
(Sudirman Residen Surabaya), Cak Roes (Roeslan Abdulgani), Cak Dul (Dul
Arnowo) dan Bung Tomo. Diantara ke empatnya Bung Tomo lah yang mendapat
catatan khusus. Dia dicatat sebagai salah satu dari dua orang besar
Indonesia yang mampu mengobarkan semangat perlawanan melalui
pidato-pidato perjuangan, yakni Bung Karno dan Bung Tomo. Ciri khas Bung
Tomo, ia selalu meneriakkan kalimat Allahu Akbar dalam pidatonya,
teriakkan Allahu Akbar yang dikumandangkan oleh seorang yang berjiwa
patriot dan memiliki kekuatan iman seorang Muslim. Pidato Bung Tomo
dengan gaya dan teriakkan khasnya itulah yang dianggap pihak Sekutu
telah mengobarkan semangat rawe-rawe lantas malang-malang putung.
Kalimat itu pula yang diteriakkan para pejuang dalam medan pertempuran.
Kalau Bung Tomo dianggap tokoh yang mengobarkan semangat kita, Sekutu
mencatat tokoh lain yang dianggap sebagai perusak moral pasukannya,
yakni tokoh perempuan misterius yang dikenal dengan sebutan “Soerabaja
Sue” (baca Surabaya sue – artinya Surabaya menggugat). Melalui sebuah
pemancar radio gelap yang dioperasikan oleh Barisan Pemberontakan Rakyat
Indonesia (BPRI) pimpinan Bung Tomo, Soerabaja Sue seorang perempuan
yang fasih ngomong Inggris dengan aksen Amerika, melakukan propaganda,
menjelaskan bahwa para pejuang tidak memusuhi pihak sekutu, ia meminta
agar pihak sekutu menghargai kedaulatan bangsa Indonesia, secara lihai
ia mengacaukan psikologi nurani tentara sekutu, yang ia puji sebagai
pengusir penjajahan Jepang tapi diperalatan para politisi untuk
menanamkan penjahahan lainnya. psywar yang dilakukan Soerabaja Sue
sangat menurunkan moral tentara Inggris. Terutama tentara yang berasal
dari India dan Pakistan yang beragama Islam, hampir separuhnya melakukan
desertasi menyeberang kepihak pejuang. Pihak Inggris menyediakan hadiah
bagi siapa yang mau memberi info identitas Soerabaja Sue.
Siapakah Soerabaja Sue? dikalangan Pejuang dan Pemimpin Indonesia saat
itu mengenalnya sebagai K’tut Tantri, seorang perempuan berdarah
Scotlandia, kemudian hijrah ke Amerika, disana, pada pertengahan tahun
30’an, di Hollywood Boulevard ia nonton sebuah film yang berjudul “Bali
the last Paradise” (Bali surga terahir). Keluar dari bioskop, perempuan
itu seperti menemukan kehidupan, ia memutuskan untuk pergi dan tinggal
di Bali. Beberapa bulan kemudian ia tiba di Surga Terahir impiannya. Ia
berhenti di Istana Raja Bali yang ia kira sebuah Pura. Hati-hati ia
masuki istana itu. Perempuan itu akhirnya disambut oleh sang raja dan
seperti sebuah dongeng, ia diangkat menjadi anaknya yang keempat. Ia
dinamai K’tut Tantri.
Ketika Jepang mendarat di Bali, ia
berhasil meloloskan diri ke Surabaya. Di sana, ia mulai menjalin kontak
dengan sejumlah orang yang bersimpati pada gerakan anti-Jepang. Ketika
akhirnya ia tertangkap, interogasi berbulan-bulan lamanya mesti ia
hadapi. Ia ditanyai soal aktivitas bawah tanahnya. Berkali-kali ia
disiksa. Ia bahkan nyaris dieksekusi. Sekali waktu ia terkapar nyaris
mati. Tapi ia tetap bungkam. Karena kesehatannya yang anjlok ke titik
ternadir, ia pun dikirim ke rumahsakit. Di sanalah ia mendengar
diproklamasikannya kemerdekaan. Ketika tentara Inggris mendarat, K’tut
dengan memakai nama samaran Soerabaja Sue melakukan siaran propaganda
yang bikin moral tentara Inggris anjlok. K’tut mengabadikan kisah
hidupnya dalam buku yang ia tulis sendiri yang ia beri judul Revolt in
Paradise di Indonesia buku itu beredar dengan judul Revolusi di Nusa
Damai. Ia juga menulis beberapa buku lainnya. Hingga ia meninggal di
Bali pada tanggal 27 Juli 1997, tidak pernah ada yang tahu siapa nama
aselinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar